Perpustakaan
DESKRIPSI DATA LENGKAP
JudulPENGARUH PEMBERIAN LEVEL ASAM AMINO LISIN TERHADAP KUALITAS PUTIH TELUR AYAM RAS PETELUR BERUMUR 42 MINGGU
Nama: TIFLAN FAHIRATUL ISMI
Tahun: 2022
Abstrak
ENGARUH PEMBERIAN LEVEL ASAM AMINO LISIN TERHADAP KUALITAS PUTIH TELUR AYAM RAS PETELUR BERUMUR 42 MINGGU Effect Of Giving Lysine Amino Acid Levels On The Quality Of Egg Whites Of Laying Hens Aged 42 Weeks Tiflan Fahiratul Ismi, Ummiani Hatta, Moh. Asril Adjis Peternakan, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia E-mail: tiflanfahiratulismi520@gmail.com:ummianihatta2021@yahoo.com; asriladjis@untad.ac.id ABSTRAK Asam amino lisin digunakan untuk membentuk jaringan-jaringan tubuh, pengganti jaringan yang rusak, untuk berproduksi dan kelebihannya diubah menjadi energi. Ayam petelur yang sedang dalam masa bertelur membutuhkan protein cukup banyak karena telur-telur yang dihasilkan sebagian besar dibentuk dari bahan protein. Penelitian ini dilakukan selama 6 minggu dengan menggunakan 80 ekor dan ditempatkan pada kandang battery sebanyak 40 unit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, level penggunaan asam amino lisin sebagai berikut: P0 = Ransum basal tanpa menggunakan asam amino lisin, P1 = Ransum dengan penambahan 0,05% Asam Amino Lisin, P2 = Ransum dengan penambahan 0,10% Asam Amino Lisin, P3 = Ransum dengan penambahan 0,15% Asam Amino Lisin dan P4 = Ransum dengan penambahan 0,20% Asam Amino Lisin. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penambahan asam amino lisin dalam ransum memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase putih telur, tinggi putih telur dan indeks putih telur ayam ras. Hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa pemberian asam amino lisin dengan taraf pemberian 0.5%, 0.10%, 0.15?n 0,20?lam ransum ayam ras petelur fase layer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas internal telur. Kata Kunci: Amono Lisin, Ayam ras petelur, Telur ayam ras. ABSTRACT The amino acid lysine is used to form the tissues of the body, in place of damaged tissues, to produce and the excess is converted into energy. Laying hens that are in the egg-laying period need quite a lot of protein because the eggs produced are mostly formed from protein materials. The study was conducted for 6 weeks using 80 laying hens aged 42 weeks and placed in 40 battery cages. This study used a Complete Randomized Design (RAL) with 5 treatments and 4 repeats, the level of use of the amino acid lysine as follows: P0 = Basal ration without the use of lysine amino acids, P1 = Ration with the addition of 0.05% Lysine Amino Acids, P2 = Rations with the addition of 0.10% Lysine Amino Acids, P3 = Rations with the addition of 0.15% Lysine Amino Acids and P4 = Rations with the addition of 0.20% Lysine Amino Acids. The results of the variety analysis showed that the addition of the amino acid methionine in the ration had an unreal influence (P>0.05) on the percentage of egg white, the height of the egg white and the egg white index of purebred chickens. The results of this study can be concluded that the administration of lysine amino acids with a level of administration of 0.5%, 0.10%, 0.15% and 0.20% in the ration of layer phase laying hens does not have a noticeable influence on the internal quality of eggs. Keywords: Amono Lisin, Laying hens, Egg breeds of chickens. PENDAHULUAN Telur merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki gizi yang lengkap, terdiri dari air sekitar 73,6%, protein 12,8%, lemak 11,8%, karbohidrat 1,0%, dan komponen lainnya 0,8% (Kusnadi, 2007). Telur merupakan salah satu produk unggas yang kaya akan asam amino esensial seperti lisin, dan metionin. Barnes dkk, (1995), menyatakan bahwa kualitas protein tergantung dari keseimbangan dan kelengkapan asam amino esensialnya, salah satunya adalah asam amino lisin. Lisin merupakan asam amino pembatas pertama unggas disusul metionin sebagai pembatas kedua. Ransum merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan kualitas telur. Kualitas telur dipengaruhi oleh protein, lemak, dan asam amino esensial yang terkandung dalam ransum (Abidin 2004). Ransum yang kurang baik akan menghasilkan kuatitas telur menjadi rendah, seperti pada ayam petelur fase produksi kedua biasanya terjadi penurunan kualitas telur diakibatkan kerena rendahnya asam amino di dalam pakan. Asam amino sebagai feed supplement merupakan zat nutrisi yang ditambahkan ke dalam ransum. Semakin banyak kandungan protein asam amino dalam ransum maka akan menghasilkan putih telur yang lebih kental. Semakin kental putih telur maka semakin tinggi nilai indeks putih telur untuk mempertahankan kualitas putih telur selama masa penyimpanan (Sudaryani, 2003). Penambahan lisin dapat meningkatkan efisiensi ransum dan mengurangi konsumsi ransum. Penambahan lisin dalam ransum cenderung meningkatkan kandungan protein dalam pakan. Selain itu, penambahan lisin dalam pakan dapat meningkatkan daya cerna pada usus, sehingga nutrisi dapat diserap dengan cepat, dan berakibat pada laju pertumbuhan berat badan yang tinggi, serta membuat efisiensi pakan meningkat. Lisin yang telah diberikan untuk pakan juga dapat meningkatkan kecernaan asam amino lainnya, salah satunya adalah asam amino tirosin yang tidak esensial yang dapat mengatur nafsu makan dan respons tubuh terhadap stres. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dikandang percobaan Laboratorium Pengembangan Agribisnis peternakan dan Perikanan, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako, di desa Sibalaya Selatan, Kabupaten Sigi, Kecamatan Tanambulava, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Januari - 25 Januari 2022. Ternak Percobaan Ternak percobaan yang digunakan sebanyak 80 ekor ayam ras petelur umur 38 minggu. Kandang yang digunakan adalah kandang battery sebanyak 40 petakan ukuran panjang 35 cm, lebar 30 cm, dan tinggi depan 35 cm tinggi belakan 28 cm/petak. Ransum Ransum disusun dengan kandungan protein 18?ngan energi metabolisme 2.800 Kkal/Kg. Tabel 1 Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penyusun Ransum Basal Bahan Pakan Kandungan Nutrisi     EM(Kkal/Kg) PK(%) LK(%) SK(%) Ca(%) P(%) Lisin Jagung halus 3370** 9,04* 3,52* 3,81* 0,02** 0,3** 0,3*** Konsentrat Japfa K.L.K SUPER 36 SP**** 2800 34 2 8 10 0,5 0,23 Dedak Padi 1640** 12,36* 4,47* 18,87* 0,25** 0,6** 0,6*** Keterangan : *Sarjuni (2006) **Wahju (2004) ***NRC (1994) **** PT. Japfa Comfeed Indonesia tbk (2016) Tabel 2 Komposisi Ransum Basal Bahan Pakan Ransum Basal (%) Jagung 50 Konsentrat 35 Dedak 15 Jumlah Kandungan Nutrisi 100 Em (Kkal/Kg) 2911 PK (%) 18,27 SK (%) 7,54 LK (%) 3,13 Ca (%) 3,55 P (%) Lisin 0,42 1,66 Ket: Kandungan Nutrien Dihitung Berdasarkan Table 1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang dilakukan dalam penelitian sebagai berikut: P0 = Pakan Basal (jagung 50% + konsentrat 35% + dedak padi 15%) P1 = Pakan Basal + 0,05% asam amino Lisin P2 = Pakan Basal + 0,10% asam amino Lisin P3 = Pakan Basal + 0,15% asam amino Lisin P4 = Pakan Basal + 0,20% asam amino Lisin Peubah Yang Diamati Presentase Putih Telur Persentase putih telur diperoleh dengan cara menimbang putih telur yang telah dipisahkan dari kuning telur. telur ditimbang dengan menggunakan timbangan digital (Yuwanta, 2004). Adapun persentase putih telur didapatkan dengan rumus: Persentase = Tinggi Putih Telur Tinggi putih telur diukur pada bagian albumen kental pengukuran tinggi putih telur menggunakan Depth Mikrometer. Indeks putih telur (IPT) Indeks putih telur dihitung dengan perbandingan antara tinggi putih telur dengan rata-rata diameter (Sudaryani, 2003). Cara pengukuran: telur dipecah, diletakkan pada kaca bidang datar, diukur tinggi putih telur dan diameter putih telur dengan menggunakan Kaliper (jangka sorong), dan dihitung indeks putih telur dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: T = tinggi putih telur L1 = lebar putih telur L2 = panjang putih telur Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan model matematika yaitu: Dimana : = Nilai pengamatan dari ayam petelur ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i = Rataan umum pengamatan (rata-rata populasi) = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh galat percobaan pada ayam petelur ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dari RAL (Rancangan Acak Lengkap). Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda, Nyata, Jujur, (BNJ) untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Presentase Putih Telur, Tinggi Putih Telur dan Indeks Putih Telur Tabel 3. Rataan Presentase Putih Telur, Tinggi Putih Telur dan Indeks Putih Telur Selama Penelitian Hasil Penelitian Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Presentase putih telurns 61,315 61,346 61,034 56,125 58,637 Tinggi putih telurns 3,51 4,69 5,19 3,84 3,58 Indeks putih telur (%)ns 0,064 0,113 0,102 0,076 0,052 Keterangan : ns = Nonsignifikan (P>0,05) Presentase Putih Telur Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan asam amino lisin dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap persentase putih telur pada semua perlakuan. Hal ini diduga karena kandungan lisin dalam penelitian sudah terpenuhi pada semua perlakuan dimana L0=1,66; L1=1,71; L2=1,76; L3=1,81 dan L4=1,86. Kandungan lisin dalam ransum perlakuan sudah memenuhi kebutuhan standar. Sesuai dengan anjuran (NRC, 1994) bahwa kebutuhan asam amino lisin untuk ayam petelur fase layer umur 18 minggu – afkir yaitu 0,52-0,80%. Sehingga pada pemberian lisin yang lebih tinggi tidak memberikan pertambahan presentase yang berebeda nyata. Faktor lain yang mempengaruhi persentase bobot putih telur adalah umur simpan telur dan juga nutrisi ransum yang digunakan. Semakin lama penyimpanan maka akan terjadi penurunan bobot telur (Abidin, 2004). Sesuai pernyataan Samsudin, (2008), bahwa setiap satu hari lama penyimpanan akan diikuti dengan penyusutan bobot telur sebesar 0,17%. Yuwanta, (2010), bahwa presentase putih telur yaitu 52-60%. Jika dibandingkan dengan penelitian ini presentase putih telur tersebut tidak berbeda jauh yaitu berkisar antara 56-61%. (Ismawati, 2011), menyatakan presentase bobot putih telur akan menurun seiring meningkatnya bobot kuning, dengan demikian tidak adanya perbedaan yang nyata pada rataan presentase kuning telur sehingga menyebabkan rataan presentase putih telur pun relatif sama. Tinggi Putih Telur Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan asam amino lisin dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap tinggi putih telur. Hal ini disebabkan kandungan lisin sudah memenuhi standar pada semua perlakuan dan juga akibat dari lama penyimpanan. Sesuai dengan anjuran (Lohman Brown Nutrition Management Guide, 2019), bahwa kebutuhan asam amino lisin untuk ayam petelur fase layer umur 18 minggu – afkir adalah 0,84%. Sehingga tinggi putih telur tidak memberikan pengaruh yang nyata. Latifah (2007) juga menyatakan bahwa besar kecilnya ukuran telur unggas sangat dipengaruhi oleh kandungan protein dan asam-asam amino dalam ransum. Faktor lain yang mempengaruhi tinggi putih telur yaitu lama penyimpanan. Tinggi putih telur dalam penelitian ini yakni 3,51–5,19mm nilai ini cukup tinggi dibanding hasil penelitian (Sukroni dkk, 2015), menyatakan tinggi putih telur kisaran 3,77-4,55. Hal ini sesuai pernyataan Yuwanta (2010), bahwa lamanya penyimpanan akan mempengaruhi kekentalan putih telur dan akan menurun secara cepat. Semakin kental putih telur maka semakin tinggi putih telur yang dihasilkan. Selain itu lamanya penyimpanan akan mempengaruhi kualitas tinggi putih telur ayam ras, hal tersebut disebabkan karena terjadi penguapan gas-gas dari dalam telur terutama CO2, kehilangan CO2 melalui pori-pori kulit dari putih telur menyebabkan perubahan fisik dan kimia telur maka putih telur semakin lebar, melebarnya putih telur menyebabkan nilai tinggi putih telur semakin rendah (Sudaryani 2003). Indeks Putih Telur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian asam amino lisin dalam ransum memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks putih telur. Hal ini disebabkan karena secara umum indeks putih telur dalam penelitian ini sudah baik, dimana indeks putih telur yang terendah ada pada L4 (0,052) dan yang tertinggi terletak pada L1 (0,113). Keadaan ini dimungkinkan karena kandungan protein dalam masing-masing ransum perlakuan pada penelitian sama, hal ini yang menyebabkan penggunaan asam amino lisin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai indeks putih telur. Adapun faktor-faktor yang mempegaruhi indeks putih telur adalah komsumsi protein, lemak, dan nutrient yang cukup (Juliambarwati, 2012). Sudaryani (2003), menyatakan bahwa semakin banyak kandungan protein dalam ransum, maka akan menghasilkan putih telur yang lebih kental. Semakin kental putih telur maka semakin tinggi nilai indeks putih telur untuk mempertahankan kualitas putih telur selama masa penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi nilai indeks putih telur antara lain lama penyimpanan, suhu tempat penyimpanan dan nutrisi ransum. Indeks putih telur hasil penelitian ini dalam kisaran normal karena menurut Romanoff (1963), bahwa standar indeks putih telur bervariasi antara 0,050 – 0,174 tergantung penyimpanannya. (Harmayanda, 2016) menyatakan bahwa Indeks putih telur ditentukan oleh tinggi putih telur kental dan diameternya. Indeks putih telur dipengaruhi oleh protein ransum. Protein ransum akan mempengaruhi viskositas telur yang mencerminkan kualitas internal telur, selanjutnya dapat mempengaruhi indeks putih telur (Yuliansyah, 2015). KESIMPULAN Pemberian asam amino lisin dengan taraf pemberian 0.5%, 0.10%, 0.15?n 0,20?lam ransum ayam ras petelur fase layer tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kualitas internal telur. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2004. Meningkatkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka.Jakarta Bernes, D.M.C.C Calvert and K.C. Klasing.1995. Methionin defeciences protein and sistim but not RNA acylation in muscles of chick, J. Anim. Sci. 5: 1198. Boston Ismawati. B. 2011. Bobot, komposisi fisik dan kualitas interior telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang diberi suplemen omega-3. Skripsi. Departemen ilmu produksi dan teknologi peternakan. Fak. Peternakan. IPB. Bogor Juliambarwati, M. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Limbah Udang Dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik. htt://peternakan.fp.uns.ac.id/media/sains.diakses tanggal 21 juni 2022 Kusnadi. 2007. Sifat Listik Telur Ayam kampung Selama Peyimpanan. Skipsi. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Insitut Pertanian Bogor, Bogor Latifah, R. 2007. The increasing of aflir duck’s egg quality with pregnant mare’s serum gonadotropin (Pmsg) hormones. The Way To Increase Of Layer Duck. 4:1-8 NRC.1994. Nutrient Requirement of Poultry.8th Ed.Nat.Acad.of Sci. Washington D.C Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The avian eeg. Jhon Wiley and Sons, New York Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta Sarjuni, S. 2006. Penggunaan Tepung Daun Pepaya (Carica papaya L) Dalam Ayam Pedaging. Tesis Program Pascasarjana. Fakultas Peternakan Universitas Ransum Diponegoro. Semarang Samsudin. 2008. Hubungan antara lama penyimpanan dengan penyusutan bobot, haugh unit, daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada suhu ruang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Yuwanta, T. 2010. Telur dan kualitas telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Yuliansyah, M. F., E. Widodo dan I.H. Djunaidi. 2015. Pengaruh Penambahan Sari Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Sebagai acidifier Dalam Pakan Terhada Kualitas Internal Telur Ayam Petelur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya

Sign In to Perpus

Don't have an account? Sign Up