Perpustakaan
DESKRIPSI DATA LENGKAP
JudulPOTENSI DAN PERMUDAAN ALAM ROTAN DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS (HPT) DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA
Nama: MISWAR
Tahun: 2019
Abstrak
POTENSI DAN PERMUDAAN ALAM ROTAN DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS (HPT) DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA SKRIPSI MISWAR L 131 13 045 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TADULAKO 2019 POTENSI DAN PERMUDAAN ALAM ROTAN DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS (HPT) DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) Pada Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Oleh M i s w a r L 131 13 045 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TADULAKO 2019 RINGKASAN M i s w a r – L 131 13 045, Potensi Dan Permudaan Alam Rotan Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala, dibimbing oleh Dr.Ir.H.Imran Rachman.MP Hasil hutan non kayu adalah merupakan aset yang cukup potensial sebagai penghasil devisa. Salah satu jenis tumbuhan yang mempunyai prospek baik dan laris dalam dunia perdagangan adalah rotan. Saat ini, pemerintah dihadapkan pada kenyataan, bahwa rehabilitasi dengan cara penanaman rotan dihutan alam belum banyak dilakukan, sedangkan pemungutan rotan oleh masyarakat sekitar hutan semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui potensi, komposisi dan kelimpahan permudaan alam jenis rotan di kawasan tersebebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret sampai dengan bulan mei 2019. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan cara eksplorasi, metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara sistem petak tunggal dengan sistem jalur, yang disebut juga dengan “belt transect” jalur dibuat sepanjang 1.000 m dengan ukuran lebar 10 m dan panjang 100 m. Peletakan jalur pertama dilakukan dengan sengaja (purposive) pada awal ditemukanya rotan. Jumlah jalur pengamatan sebanyak 1 jalur, jalur pengamatan terdiri 10 petak ukur, sehingga seluruh luasan petak pengamatan sebesar 1 ha. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga jenis rotan yaitu rotan batang (Calamus zollingeri Becc), rotan ronti (Calamus axillaris Becc) dan rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne). Kerapatan rata-rata berdasarkan kelas panjang batang rotan yaitu panjang batang < 3> 5 m (146 batang/ha). Potensi tertinggi jenis rotan pada seluruh tingkat permudaan di dominasi oleh rotan batang (Calamus zollingeri Becc)pada tingkat semai kemampuan untuk berkembang 93.13%, dan 122 batang/ha, pada tingkat sapihan 87.93%, dan 51 batang/ha dan pada tingkat dewasa 68.49?n 100 batang/ha. Jenis rotan pada seluruh tingkat permudaan alam didominasi oleh jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) dengan Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai sebesar 184.04%, pada tingkat sapihan sebesar 178.84%, dan pada tingkat dewasa sebesar 151.826484%. Jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) pada tingkat semai memiliki Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 15.96%, pada tingkat sapihan sebesar 21.16?n pada tingkat dewasa sebesar 39.16%. Sedangkan jenis rotan yang memiki Indeks Nilai Penting (INP) terendah pada semua kelas permudaan alam yaitu rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) dengan Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai dan sapihan tidak ada dan pada tingkat dewasa dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 9.02%. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis skripsi ini tidak dapat menyelesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak, olehnya itu penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir. Imran Rachman, MP sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan semangat, bimbingan dan perhatian sehingga penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini, dan yang selalu memberikan nasehat dan arahan selama pelaksanaan penelitian sehingga sangat bermanfaat sekali dalam penyusunan skripsi. Melalui kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Prof. Dr. Ir. Mahfud. MP, Rektor Universitas Tadulako. Bapak Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Bapak Dr.Ir.H. Imran Rachman, MP, Wakil Dekan Akademik Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Ibu Dr. Hasriani Muis, S.Hut, M.Si, Wakil Dekan Bidang Administrasi Dan Keuangan Fakultas Kehutanan Unuversitas Tadulako. Ibu Dr. Zulkaedah, SP, MP, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Bapak Dr. Naharudin,Spd, Msi, Ketua Jurusan Kehutanan dan seluruh dosen Jurusan Kehutanan beserta staf administrasi. Ibu Dr. Ir. Hj. Andi Sahri Alam, SP.MP, Sekertaris Jurusan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Bapak dan Ibu segenap Staf Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Bapak Asykar, Kepala Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Bapak Ilman Gafar, Sekertaris Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Teman – teman Rimbawan khususnya angkatan 2013 Kehutanan Untad yang tidak sempat dituliskan namanya dan dukungannya. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus disempurnakan. Oleh karena itu, merupakan kebanggaan bagi penulis apabila ada saran-saran maupun kritik, yang merupakan bekal untuk melangkah ke jalan yang lebih sempurnah. Akhirnya dengan seluruh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin yaa Rabbal aallamin. Palu, J u l i 2019 M i s w a r DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii RINGKASAN iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT iv UCAPAN TERIMA KASIH v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan dan Kegunaan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1. Klasifikasi Rotan .................................................................... 5 2.2. Botani Rotan .......................................................................... 5 2.3. Morfologi Rotan .................................................................... 7 2.4. Tempat Tumbuh ..................................................................... 11 2.5. Kegunaan Rotan .................................................................... 12 2.6. Karakteristik Jenis Rotan ........................................................ . 13 2.7. Potensi Rotan .......................................................................... 14 2.8. Pengertian Hutan 15 2.9. Pengertian Hutan Produksi 16 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ....................................... 18 3.1. Waktu dan Tempat ……….………………………………… 18 3.2. Bahan dan Alat ..…………………………………………….. 18 3.3. Metode Penelitian ................................................................... 19 3.4. Pengumpulan Data .................................................................. 20 3.5. Analisis Data ........................................................................... 21 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.............................. 22 4.1. Keadaan Geografis Desa 22 4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat 23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 26 5.1. Potensi Rotan 26 5.2. Persebaran Rotan 29 5.3. Kelimpahan Rotan 31 VI. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 34 6.1 Kesimpulan 34 6.2 Saran 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN 38 RIWAYAT HIDUP SINGKAT DAFTAR TABEL Halaman Kerapatan jenis rotan (batang/ha) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala.................................................................................. 26 Kerapatan relatif jenis rotan (%) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala.................................................................................. 27 3. Frekuensi jenis rotan (batang/ha) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala.................................................................................. 29 4. Frekuensi relatif jenis rotan (%) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala.................................................................................. 29 5. Indeks Nilai Penting (INP) rotan berdasarkan kelas panjang rotan dan total kelas permudaan rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala.................................................................................................... 31 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Tabel 1. Hasil Pengambilan Data Jenis Rotan Permudaan Alam Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo....... 39 Tabel 2. Analisis Jenis Rotan Pada Tingkat Dewasa Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo................................. 39 Tabel 3. Analisis Jenis Rotan Pada Tingkat Sapihan Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo................................. 39 Tabel 4. Analisis Jenis Rotan Pada Tingkat Semai Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo................................. 39 Gambar Peta Lokasi Penelitian................................................................ 40 Alat dan BahanYang Digunakan Saat Penelitian..................................... 41 Membuka Jalur Untuk Pembuatan Plot................................................... 41 Pembuatan Plot........................................................................................ 41 Jenis Rotan Batang................................................................................. 42 Jenis Rotan Ronti................................................................................... 42 Jenis Rotan Tohiti................................................................................... 42 Daftar Riwayat Hidup.............................................................................. 43 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil hutan non kayu adalah merupakan aset yang cukup potensial sebagai penghasil devisa. Beberapa jenis hasil hutan non kayu yang memiliki prospek baik dan laris dalam dunia perdagangan adalah rotan, gondorekum dan kayu putih. Salah satu dari hasil hutan non kayu yang berpotensial untuk dijadikan aset dan dikembangkan menjadi bahan komoditi, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai bahan ekspor adalah rotan (Kombuno, 2009). Diperkirakan lebih dari 516 jenis rotan terdapat di Asia Tenggara, yang berasal dari 8 generasi/genus, yaitu untuk genus Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis, Plectocomiopsis 10 jenis, Calopspatha 2 jenis, Bejaudia 1 jenis dan Ceratolobus 6 jenis. Dari 8 generasi tersebut dua generasi rotan yang bernilai ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops (Herliyana, 2009) dalam (Kunut, 2014). Rotan dalam dunia perdagangan biasa disebut “rattan” yang tumbuh subur di daerah tropis termasuk Indonesia. Di Indonesia, rotan tumbuh secara alami dan tersebar luas di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya, khususnya untuk Sulawesi rotan dapat ditemukan di Kendari, Kolaka, Tawuti, Donggala, Poso, Buol Toli-toli, Gorontalo, Palopo, Buton dan Pegunungan Latimojong (Tellu, 2005) dalam Kunut (2014). Saat ini, pemerintah dihadapkan pada kenyataan, bahwa rehabilitasi dengan cara penanaman rotan dihutan alam belum banyak dilakukan, sedangkan pemungutan rotan oleh masyarakat sekitar hutan semakin meningkat. Sehingga dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama akan terjadi krisis rotan di Indonesia (Kombuno, 2009). Pengolahan rotan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia terutama bagian pedalaman atau daerah pada umumnya masih tergolong sederhana. Kurangnya pemahaman mengenai kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan rotan, ditambah belum cukupnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat di pedalaman atau daerah, terutama untuk kegiatan pengumpulan rotan dan pengolahannya, menyebabkan kebijakan pemerintah belum dapat memberikan hasil yang memuaskan di lapangan (Hartati, 2012). Produksi rotan selama ini diperdagangkan hanya sedikit sekali yang berasal dari hutan tanaman rakyat, sebagian besar merupakan hasil pemungutan dari hutan alam, seperti rotan sega (Calamus caesius), rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan manau (Calamus manna), dan rotan tohiti (Calamus inops). Jika pemungutan rotan terus menerus dilakukan tanpa adanya rehabilitasi dan pembudidayaan, akan dapat mengakibatkan kelestarian produksi rotan menjadi terancam (Departemen Kehutanan, 1987) dalam (Endar, 2011). Dengan nilai ekonomi rotan yang sangat tinggi dan permintaan bahan baku rotan yang terus meningkat, maka volume perdagangan rotan makin meningkat, sehingga keberadaan tumbuhan rotan juga makin terancam akibat banyak yang dipanen. Saat ini kebutuhan bahan baku rotan diperoleh dari hutan alam dan budidaya rotan masyarakat. Sementara untuk memenuhi kebutuhan rotan dimasa akan datang yang terus meningkat diperkirakan dua sumber rotan tersebut tidak mampu menyediakan dalam jumlah cukup dan lestari (Kalima T dan Sumarhani, 2015). Sulawesi Tengah merupakan daerah yang memiliki hutan produksi terbatas yang cukup luas sekitar 1.476.316 hektar (33,59 %) (Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah,2013) dan ditumbuhi berbagai jenis rotan, besarnya jumlah jenis rotan belum didukung oleh data yang akurat, termasuk potensi rotan yang ada di Sulawesi Tengah. Kabupaten Donggala merupakan salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Tengah yang belum memiliki data yang akurat mengenai potensi rotan. Hutan produksi terbatas yang berada di Kecamatan Labuan Toposo merupakan salah satu Kawasan yang terdapat di wilayah adminisratif Kabupaten Donggala yang dalam pengelolaannya membutuhkan informasi potensi hayati yang salah satunya adalah rotan. Keberadaan rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo tentunya menarik perhatian masyarakat untuk memanfaatkan rotan demi meningkatkan pendapatan ekonomi. Sebagian masyarakat Desa Labuan Toposo memanfaatkan rotan sebagai salah satu sumber mata pencaharian mereka. Rumusan Masalah Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan salah satu areal hutan produksi rotan yang ada di Desa Labuan Toposo. Namun, seringnya masyarakat mengambil rotan dengan jumlah yang cukup besar mengakibatkan jumlah rotan akan berkurang. Informasi tentang potensi, persebaran dan permudaan alami khususnya jenis rotan yang terdapat di areal tersebut masih sangat terbatas dan belum banyak diketahui oleh masyarakat dan instansi terkait dalam rangka pengelolaan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Maka dari itu perlu dilakukan penelitian bagaimana Potensi dan Permudaan Alam Rotan yang ada di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala Tujuan dan Kegunaan Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Potensi dan Permudaan Alam Rotan yang ada di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Kegunaan penelitian ini diharapkan informasi yang terkumpul mengenai komposisi, potensi dan kelimpahan jenis rotan dapat menunjang upaya pengembangan pengelolaan kawasan dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Rotan Klasifikasi tumbuhan rotan menurut Furtado (1951), Cronquist (1981), Backer dan Van den Brink (1968), Tellu dkk (1997) adalah sebagai berikut : Regnum : Plantarum Devisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Anak Kelas : Arecidae Bangsa : Arecales Suku : Palmae Anak Suku : Lepidocaryoideae Marga : Calamus, Daemonorops, Korthalsia, Plectocomiopsis, Myrialepis, Calosphata, Ceratolonbus, Plectomia Dalam klasifikasi terbaru, marga-marga rotan dimasukan dalam anak suku Calamoideae dalam puak Calamae (Dransfield dan Manokaran, 1996) Botani Rotan Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas yang tumbuh secara alami di daerah hutan tropis. Tumbuhan rotan termasuk suku Palmae, anak suku Lepidokaryoidea yang dalam bahasa Yunani yang berarti buah bersisik (Alrasyid,1991). Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Puak Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran dibagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Ke dalam puak ini termasuk pula marga Salacca (misalnya salak), Metroxylon (misalnya rumbia/sagu), serta Pigafetta yang tidak memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan sebagai rotan (Wikipedia, 2015). Selanjutnya Wikipedia (2015) menyatakan bahwa batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya. Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Malaysia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh. Rotan cepat tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini dianggap membantu menjaga kelestarian hutan, karena orang lebih suka memanen rotan dari pada kayu. Rotan dalam pertumbuhannya memerlukan pohon untuk menjalar ke atas. Jika tidak ada pohon yang berfungsi sebagai pohon terusan/sandaran, maka rotan akan menjalar kepermukaan tanah sampai mendapatkan pohon yang dapat dipanjat. Rotan akan melilit pada pohon dan memanjat batang pohon, dengan pertolongan duri-duri yang elastik untuk memperoleh sinar matahari Nilda (1986). Menurut Heyne (1987), batang rotan yang menjalar, yang timbul dari pusar tumbuhan jika tidak menemukan pohon turus/sandaran, maka batang rotan akan menjalar hingga mendapatkan tumpuan, kemudian naik setinggi pohon. Jika rotan tidak mendapat tumpuan, entah karena tidak adanya kayu berbatang atau karena batang-batang yang dicapai itu licin, maka rotan tersebut akan menjalar terus diatas belukar. Rotan yang merambat diatas permukaan tanah atau semak belukar pertumbuhannya relatif lebih lambat akibat adanya naungan dan kualitas batang rendah karena bengkok-bengkok. Anakan rotan memerlukan naungan dan sedikit cahaya, sedangkan pada tingkat dewasa (umur 3 tahun keatas) rotan memerlukan banyak cahaya. Morfologi Rotan Batang Rotan memiliki batang yang beruas-ruas dengan panjang ruas berbeda-beda dan makin kearah ujung panjang ruas makin panjang. Batang rotan terdiri dari ruas-ruas yang panjangnya antara 10 cm sampai kira-kira 60 cm, dengan ruas pangkal lebih pendek dari ruas dibagian atasnya. Ukuran ruas ini dipengaruhi oleh jenis rotan, tingkat kesuburan tempat tumbuhnya dan letaknya pada bagian-bagian batang (Alrasyid, 1976). Wahjono dan Bamban (1991), dalam Dransfield (1979) menyatakan bentuk batang pada umumnya bulat atau hampir bulat. Panjang batang bervariasi dan bisa mencapai lebih dari 100 m misalnya rotan manau (Calamus manan) dan rotan sega (Calamus caesius) sedangkan (Calamus castaneus) mempunyai panjang batang paling pendek. Diameter batang bervariasi untuk setiap jenis rotan, ada jenis rotan yang batang hanya berdiameter berberapa millimeter saja, misalnya rotan yang tumbuh di daerah pegunungan seperti Calamus sekitar 3 mm dan ada pula yang mencapai 20 cm seperti Plectocomia elongata. Diameter batang rotan bermacam-macam ukurannya, mulai dari berberapa milimeter sampai lebih 10 cm. Pertambahan diameter batang hanya terjadi pada awal pertumbuhan, setelah itu pertumbuahan hanya perpanjang batang. Rotan terpanjang yang pernah ditemukan adalah sepanjang 175 m Burkill (1935) dalam Dransfield dan Manokaran, (1996). Dransfield dan Manokaran (1996) menerangkan bahwa batang rotan dapat diklasifikasikan berdasarkan panjangnya, yaitu rotan muda yang panjang batangnya antara 3–5 m, rotan belum masak tebang yakni panjang batangnya antara 5–15 m dan rotan masak tebang yaitu rotan dengan panjang batangnya lebih dari 15 m. Daun Secara umum daun rotan dibagi dalam empat bagian, yaitu pelepah, tangkai, helai dan sirus (apabila ada). Selain itu daun rotan sebagian besar merupakan daun majemuk menyirip dengan anak daun berbentuk pita dan lanset (Dransfield dan Manokaran, 1996). Daun terdiri dari suatu dasar seludang seperti tabung, pelepah daun yang tumbuh dari buku batang. Diujung atas pelepah tersebut menyempit membentuk tangkai (petiol) yang berlanjut kedalam rakis atau bagian daun yang menopang pinah daun.Walaupun biasanya ada ditemukan suatu tangkai yang kadang-kadang pendek atau mungkin tidak ada, namun pada banyak spesies rotan ditemukan rakis yang menjorok melewati pinak-pinak ujung daun menjadi suatu cimeti berduri (kucir atau sirus) dan berfungsi sebagai organ pemanjat. Panjang pelepah yang tersingkat dianggap perpaduan dengan panjang antar buku dari batang itu sendiri dan biasanya berduri lebat. Penataan duri itu beranekaragam, selain itu ada berberapa spesies rotan yang pelepah daunnya tidak berduri saman sekali, seperti pada berberapa bentuk Calamus laevigatus dan Calamusornatus (Kombuno, 2009). Sistem Perakaran Sistem perakaran pada tanaman rotan hingga saat ini belum banyak diketahui namun secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut : Akar yang tumbuh secara geotropik Akar yang tumbuh secara apogeotropik Akar yang tumbuh secara geotropik adalah akar yang tumbuh menuju arah bawah, sedangkan apogeotropik adalah akar yang melakukan pertumbuhannya menuju keatas (Dransfield dan Manokaran, 1996). Alat pemanjat Secara sepintas pada tanaman rotan ditemukan dua organ yang mirip dengan cemeti meskipun tidak homolog namun jika ditinjau dari fungsinya maka kedua-duanya merupakan alat panjat dari rotan. Jika alat itu berada diujung yang merupakan perpanjangan dari rakis daun disebut sirus, sedangkan yang tumbuh didekat lutut dan pelepah dan merupakan perbungaan mandul disebut flagellum. Flagellum dan sirus tidak terdapat secara bersamaan pada rotan, jika pada suatu jenis rotan terdapat flagellum, sudah dipastikan tidak terdapat sirus. Flagellum hanya terdapat pada marga Calamus, akan tetapi tidak semua marga Calamus memiliki flagellum. Ada berberapa jenis Calamus yang memiliki sirus (Dransfield dan Manokaran, 1996). Sulur panjat (flagellum) biasanya tumbuh pada permukaan ruas batang yang berfungsi untuk memanjat pada kondisi tegak. Adanya sulur panjat dapat dijadikan indikator proses generatif, bila rotan tidak mengeluarkan sulur panjat, maka dapat dipastikan akan keluar seludang bunga. Sirus juga dapat digolongkan sebagai alat pemanjat dan pada umumnya memiliki ukuran yang berbeda untuk setiap jenis rotan (Sumarna,1991). Pembungaan dan Bunga Musim berbunga setiap jenis rotan setiap tempat berbeda-beda, tergantung iklim dan lokasi tempat tumbuh rotan berada (Alrasyid dan Dali, 1986) Buah Menurut Sumarna (1991)waktu masak buah jenis rotan pada dataran rendah umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai Desember, sedangkan rotan yang terdapat di dataran tinggi mengalami masak buah pada bulan Februari sampai April. Buah rotan berbentuk bulat sampai oval, terdiri atas bagian kulit luar yang berupa sisik, daging buah dan biji.Dengan permukaan yang tidak rata. Buah muda berwarna hijau dan semakin tua berubah menjadi coklat kekuningan hingga coklat kehitaman (Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1980). Tempat Tumbuh Secara ekologis rotan tumbuh di wilayah hutan tropika, mulai dari dataran rendah, perbukitan, lembah, rawa sampai pegunungan. Dengan ketinggian 0 – 2900 meter di atas permukaan laut (Dransfield, 1979). Rotan tumbuh terutama di daerah tropis pada tanah basah dan kering dari dataran rendah sampai pegunungan, ada yang hidup tunggal (soliter) ada juga hidup berumpun (Kalawa dkk, 1998). Menurut Rombe (1989) rotan merupakan salah satu tumbuhan daerah tropis yang secara alami tumbuh dihutan primer maupun sekunder, termasuk pada daerah perladangan berpindah. Secara umum rotan dapat tumbuh pada berbagai keadaan, dirawa, tanah kering dataran rendah dan pegunungan tanah kering berpasir, tanah liat berpasir yang secara periodik digenangi air ataupun bekas genangan air. Hampir seluruh kepulauan memiliki hutan alam yang ditumbuhi rotan. Daerah yang ditumbuhi rotan dalam jumlah yang paling banyak adalah dataran rendah alluvial, disepanjang sungai serta daerah tergenang air dimusim kemarau maupun penghujan. Rotan dapat tumbuh dalam berbagai kondisi tanah, tanah alluvial coklat kekuning-kunigan yang bertekstur berat, tanah gambut, hingga dataran tinggi (Sutarno, 1994). Kegunaan Rotan Apabila rotan tidak dijaga kelestariannya dan dibudidayakan secara langsung dapat merusak kelestariannya, karena rotan adalah tumbuhan yang memanjat pada pohon atau tumbuhan lain. Sehingga dengan menanam dan memelihara rotan sekaligus untuk memelihara kelestarian pohon Saragih(1996), dalamNormawati (2001). Kegunaan rotan dapat beranekaragam, yaitu : Batang rotan, digunakan untuk tulang-tulang kursi, tiang lampu, standar, tangkai payung, tongkat dan lain-lain. Kulit rotan, digunakan untuk berbagai jenis anyaman (tikar, keranjang, pembungkus, tas tangan, kipas dan pengikat) Isi rotan, digunakan untuk berbagai jenis anyaman dan berbagai macam pengikat (meubel, keranjang, botol yang diisi oleh bahan kimia dan juga kerajinan lainnya seperti kembang-kembang dan lain-lain) Sisa-sisa atau potongan-potongan dari industri pengolahan dapat digunakan untuk bahan industri mercun, pulp, pengisian kursi dan lain-lain. Kualitasnya tergantung setiap keperluan (Kalawa dkk, 1998). Pemanfaatan rotan dalam kehidupan sehari-hari telah dikenal sejak lama oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Antara lain untuk bahan tali temali, anyaman keranjang, topi, alat penangkap ikan, tikar (lampit) perabotan rumah tangga, dan lain-lain (Baso, 2010). Karakteristik Jenis Rotan Rotan Batang (Calamus zollingeri Becc.) Jenis rotan ini tumbuh secara berumpun mencapai 90 individu dalam satu rumpun. Panjang batang rotan mencapai 40 m; diameter tanpa pelepah 25-40 mm in diameter, diameter batang tanpa pelepah mencapai 60 mm; ruas batang (internodes) mencapai panjang 40 cm batang berwarna hijau tua, kering berwarna abu-abu kemerahan. Daun bersifat cirrate, dengan panjang mencapai 7 m termasuk tangkai daun (petiole) yang panjangnya 80 cm, panjang rachis 5 m dan panjang cirrus 2 m yang ditumbuhi duri mengelompok, pelepah daun (leaf-sheath) panjangnya 30-40 cm, berwarrna hijau kusam, yang ditumbuhi duri yang lebat beragam berbentuk segitiga dengan warna coklat kusam sampai hitam dengan panjang duri mencapai 5.5 cm, pada pangkal dari setiap 8-12 duri yang bersebelahan sering bersatu membentukseperti kerah mencapai panjang 2.5 cm; lutut mencolok (conspicuous) tangkai daun ditumbuhi banyak duri hanya permukaan bawahnya, dan tidak terdapat duri di bagian atasnya dengan panjang duri mencapai 3 cm seperti duri yang tumbuh pada pelepah daunnya jumlah daun pada masing-masing sisi rachis 60-85 helai yang tersusun secara seragam, susunan helaian daun menyirip beraturan dengan panjang helaian daun mencapai 50 cm dan lebar 3 cm, dengan warna daun hijau tua, permukaan daun licin sedangkan bagian bawah berwarna hijau buram, permukaan atas dan bawah helaian daun yang ditumbuhi bulu-bulu tegak yang panjangnya mencapai 2.5 cm Kombuno (2009). 2.6.2 Rotan Tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) Jenis rotan ini tumbuhnya berumpun. Panjang batang mencapai20 meter. Diameter batang tanpa pelepah 2,5-30 cm, diameter batang dengan pelepah 35-40 cm. Batang berwarna hijau tua, dengan permukaan rata mengkilap ditumbuhi duri berwarna hijau muda dengan dasar duri berwarna kuning, panjang ruas batang 25-30 m, lutut (knee) pada rotan ini sangat mencolok. Alat panjat rotan ini berupa kucir (cirus) dengan panjang 100-1,5 m, terdapat flagelum yang tumbuh pada pelepahdaun dengan panjang 1.5-2.5 m. panjang tangkai daun (petiole) 5-10 cmKombuno (2009). 2.6.3 Rotan Ronti (Calamus axillaris Becc.) Rotan merumpun, kadang-kadang soliter. Diameter batang tanpa pelepah daun 17-20 mm, dengan pelepah daun 30-40 m. Daun berkucir dengan panjang 2,8 meter yang ditumbuhi duri mirip jangkar yang berlekuk-lekuk, panjang flagella mencapai 2,5 meter.Panjang daun sampai 2 m, pelepah daun berwarna hijau tua ditumbuhi duri panjang berbentuk segitiga sampai 3 cm lutut mencolok, ditumbuhi duri pendek berjumlah sampai 5 di bagian tengah, okrea pendek, petiole 0,4 m panjangnya, ditumbuhi duri-duri pendek di bagian atas anak daun sampai 40 pasang, tertata teratur, melanset, berduri pada tepi daun Kombuno (2009) 2.7 Potensi Rotan Beberapa penelitian menunjukan bahwa pola penyebaran dan produktivitas jenis-jenis rotan pada beberapa kawasan hutan produksi di Indonesia bervariasi menurut jenis dan lokasi,termasuk di Sulawesi Tengah.Umumnya ditemukan beberapa jenis menyebar merata dan berkelompok, namun tidak menunjukan adanya pola yang seragam untuk tiap jenis pada setiap kawasanInformasi potensi rotan disetiap daerah penghasil rotan sangat penting dalam perencanaan dan pengelolaan kelestariannya. Disamping itu, potensi rotan yang ada perlu diketahui dengan pasti guna merencanakan kesinambungan industri rotan yang ada maupun yang akan didirikan (Baso, 2010). Menurut Rombe (1989) dalam menduga penyebaran areal berpotensi rotan perlu dilakukan pendekatan ekologis terutama mengenai tempat tumbuh, antara lain jenis tanah, iklim, dan ketinggian tempat atau topografi, sehingga dengan mengetahui kondisi tempat tumbuh suatu areal hutan dapat diduga lokasi – lokasi yang berpotensi rotan. Pengertian Hutan Menuurut UU41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempet hidup berjuta flora dan fauna, dan peran menyeimbangkan lingkungan, sertamenjaga timbulnya pemanasan global. Berdasarkan fungsinya hutan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai sistem penyangga kehidupan, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan Konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Menurut Indriyanto (2010) hutan akan lestari apabila proses regenerasi tegakan berjalan dengan baik, dengan melalui permudaan alam dan buatan. Permudaan hutan mutlak dilakukan terhadap setiap kawasan hutan agar dapat berfungsi secara maksimaldan berkelanjutan. Permudaan merupakan proses regenerasi tegakan hutan, baik mengandalkan proses alam maupun penanganan manusia setiap tahap proses tahap perkembangan,mudah tidaknya permudaandi suatu kawasan hutan bergantung pada sifat-sifat jenis tegakan, tempat tumbuh, proses-proses daur air dan hara. Pengertian Hutan Produksi Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999). Hasil utama dari hutan produksi berupa kayu, sedangkan hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nonkayu yang mencakup rotan, bambu, tumbuhan obat, rumput, bunga, biji, kulit kayu, lakets (getah), resin (damar, kopal, gom, gondrukem, dan jernang), dan zat ekstraktif lainnya berupa minyak. Sedangkan menurut Direktorat Bina Program Kehutanan (1981),dalamIndriyanto (2010) Hutan produksi didefinisikan sebagai suatu areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri dan eksport.Pemungutan hasil hutan diatur sedemikian rupa sehingga dapat berlangsung secara lestari. Menurut Direktorat Bina Program Kehutanan (1981),dalam indriyanto (2010), hutan produksi dibedakan menjadi tiga yaitu : Hutan Produsi Tetap (HP) merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan perlakuan secara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis. Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Hutan Produksi Terbatas ini merupakan hutan yang dialokasikan untuk memproduksi kayu dengan intensitas yang rendah.Hutan produksi terbatas ini pada umumnya berada di wilayah pegunungan dimana lereng-lereng yang curam mempersulit kegiatan pembalakan. Hutan Yang Dapat Dikonversi (HPK) ialah hutan produksi bebas atau tetap yang dapat diubah peruntukannya untuk memenuhi kebutuhan perluasan pengembangan wilayah diluar bidang kehutanan, misalnya transmigrasi, pertanian, perkebunan, industri, pemukiman dan lain-lain. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dari Bulan Maret sampai Bulan Mei 2019. Lokasi penelitian di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Peta Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo. Skala 1: 50.000 Tali rafia, untuk membuat petak pengamatan Tally Sheet, untuk mencatat jenis rotan yang ditemukan Kertas koran, untuk membungkus spesimen Spritus, untuk mengawetkan spesimen yang akan dikoleksi Label gantung, untuk mencatat nama lokal dan nama ilmiah dari jenis pohon yang diambil Kantong plastik, berukuran 80 x 50 cm, sebagai tempat spesimen yang akan di beri spiritus. Karung plastik, untuk menyimpan spesimen yang akan dikoleksi. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : GPS, untuk menentukan titik koordinat petak pengamatan Kompas, untuk menentukan arah pada pembuatan petak pengamatan Patok, untuk mengukur batas pengamatan Rol meter, untuk mengukur luas petak pengamatan yang dibuat Kamera, untuk keperluan dokumentasi Parang, untuk membuat jalur rintisan Alat Tulis-menulis 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara eksplorasi. Metode yang digunakan adalah kombinasi antara sistem petak tunggal dengan sistem jalur, yang disebut juga dengan “belt transect”.Jalur dibuat sepanjang 1.000 m dengan ukuran lebar 10 m dan panjang 100 m. Peletakan jalur pertama dilakukan dengan sengaja (purposive) padaawal ditemukannya rotanJumlahjalur pengamatan sebanyak 1jalur.Jalur pengamatan terdiri 10 petak ukur, sehingga seluruh luasan petak pengamatan sebesar 1 ha. Bentuk petak dan jalur pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut : 10 m Gambar 1. Posisi jalur transek yang digunakan dalam pengumpulan data jenis-jenis rotan 3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer Pengambilan data primer dilakukan langsung di lapangan dengan melakukan pengamatan di sepanjang petak yang telah dibuat.Data primer yang dikumpulkan, yaitu : Data jenis rotan, jumlah rumpun, dan jumlah batang dan kelas permudaan rotan sesuai dengan Siswanto dan Wahyono (1992), Kalima (2004), dalam Wahyudi dan Jannetta(2011)pengelompokan jenis rotan yaitu rotan yang mempunyai panjang batang kurang dari 3 m (semai), antara 3-5 m (sapihan) dan yang lebih dari 5 m (dewasa). 2. Teknik pengumpulan dan pembuatan herbarium mengikuti petunjuk Kalima T (2014) 3.4.2 Data Sekunder Data sekunder yang diperlukan sebagai data penunjang dalam penelitian ini adalah keadaan umum lokasi penelitian seperti keadaan fisik wilayah. 3.5 Analisis Data Data jenis dan jumlah individu rotan yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis untuk perhitungan kerapatan, persebaran dan kelimpahan jenis rotanmenurutSoerianegara dan Indrawan, (1998)dalam Wahyudi dan Jannetta (2011) : Kerapatan (K) K=(Jumlah individu suatu jenis)/(Luas petak contoh) Kerapatan Relatif (KR) KR=( Kerapatan suatu jenis)/(Kerapatan seluruh jenis) x 100 % Frekuensi (F) F=(Jumlah petak ditemukan suatu jenis)/(Jumlah seluruh petak contoh) Frekuensi Relatif (FR) KR=( Frekuensi suatu jenis)/(Frekuensi seluruh Jenis) x 100 % e.Dominasi (D) D=( Luas bidang dasar)/(Luas petak) x 100 % f. Dominasi Relatif (DR) DR=( Dominasi Tiap Individu)/(Jumlah Dominasi) x 100 % INP=KR (Kerapatan relatif)+FR (Frekuensi Relatif) + DR (Dominasi Relatif) GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Desa Desa Labuan Toposo merupakan salah satu dari 6 Desa di Wilayah Kecamatan Labuan, yang terletak 5 km ke arah Selatan dari kota Kecamatan. Desa Labuan Toposo mempunyai luas wilayah seluas 6060 Hektar. (Data Administrasi Desa Labuan Toposo, 2015) Sejak terbentuknya, Desa Labuan Toposo terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Pado, Dusun Dalika, Dusun simou, dan Dusun Sisere. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah pada tahun 2009 Desa Labuan Toposo melaksanakan pemekaran Dusun Simou menjadi 2 Dusun sehingga wilayah Desa Labuan Toposo bertambah menjadi 5 dusun,yaitu: Dusun Pado Dusun Dalika Dusun Simou Dusun Sisere Dusun Mavusu Adapun pejabat Kepala Desa Labuan Toposo sejak terbentuknya tahun 1993 sampai saat ini adalah sebagai berikut : HUSNI LAGEGERE (Tahun 1993-1998) M. SAID LAUDJAMA (Tahun 1999-2014) ASYKAR (Tahun 2015 s/d sekarang) Batas wialayah Desa Labuan Toposo sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa siniu/silanga kecamatan Ampibabo Sebelah Selatan : Labuan Panimba Kecamatan Labuan Sebelah Barat : Desa Tatari Kecamatan Sindue Sebelah Timur : Desa Labuan Lumbu Baka Orbitasi ; Jarak Ke Ibu Kota Provinsi : 32 Km Jarak Ke Ibu Kota Kabupaten : 63 Km Jarak Ke Ibu Kota Kecamatan : 5 Km Iklim ; Curah hujan : 904 Mm/Th Suhu rata-rata : 25o C Tinggi Tempat :200 Dari permukaan laut Bentang Wilayah :Datar dan gunung Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah Penduduk ; Jumlah Total : 2705 Orang Jumlah laki – laki : 1396 Orang Jumlah Perempuan : 1342 Orang Jumlah KK :762 KK Jumlah Penduduk Miskin : 310 RTM Pendidikan ; Belum Sekolah (Balita) : 310 Orang Usia 15-45 tidak pernah sekolah : 225 Orang Tamat SD/ Sederajat : 894 Orang Tamat SLTP : 395 Orang Tamat SLTA :316 Orang Tamat (D1-D3) :9 Orang Tamat (S1-S2) : 17 Orang Agama Islam : 2703 Orang Protestan :35 Orang Katolik :- Orang Hindu : - Orang Potensi Kelembagaan Lembaga Pemerintah Desa; Jumlah Aparat Desa : 8 Orang Pendidikan Kepala Desa : SMA Pendidikan Sekretaris Desa : SLTA Pendidikan Bendahara Desa : S1 Pendidikan Kaur/Pemburu : Kaur Pembangunan : D1 Kaur Pemerintahan : SMA Kaur Keuangan : SMA Kaur Umum & Administrasi : S1 Bendahara Desa : S1 Penjaga Kantor : SMA Jumlah RW/ RT : 05 / 18 Jumlah Dusun : 5 Dusun Lembaga Pendidikan; Jumlah TK/PAUD :3 Unit Jumlah SD/Sederajat : 3 Unit Kelembagaan Keamanan; Jumlah Pos Kamling : 1 Unit Jumlah Hansip/LINMAS : 12 Orang Mata Pencaharian Petani : 845 Orang Pedagang/ pengusaha : 90 Orang Buruh tani : 572 Orang Buruh lepas : 575 Orang Pertukangan : 91 Orang Peternak : 115 Orang PNS : 31 Orang Polri : 3 Orang TNI : 1 Orang Karyawan Swasta : 40 Orang Karyawan BUMN : - Pembantu Rumah Tangga : 25 Orang TKI/ TKW Luar Negeri : 10 Orang Pengemudi/ Tukang Ojek: 24 Orang Belum Bekerja: 228 Orang HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Rotan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di hutan produksi terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala, ditemukan 3 jenis rotan yaitu rotan batang (Calamus zollingeri Becc), rotan ronti (Calamus axillaris Becc),rotan tohiti(Calamus inops Becc. ex. Heyne). Tabel 1.Kerapatan jenis rotan (batang/ha) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. No Jenis Nama Ilmiah Jumlah Batang Jumlah < 3> 5 (m) 1 2 3 Batang Ronti Tohiti Calamus zollingeri Becc Calamus axillaris Becc Calamus inops Becc. ex. Heyne 122 9 0 131 51 7 0 58 100 45 1 146 273 61 1 335 Total Berdasarkan hasil penelitian rotan dilapangan terdapat 78 rumpun dengan jumlah batang sebanyak 335 batang. Jenis rotan yang memiliki jumlah batang tertinggi adalah rotan batang (Calamus zollingeri Becc) sebanyak 273 batang, jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) memiliki jumlah batang sebanyak 61 batang dan rotan yang memiliki jumlah batang terendah adalah rotan tohiti(Calamus inops Becc. ex. Heyne) sebanyak 1 batang. Berdasarkan (Tabel 1)Kerapatan jenis rotan pada tingkan semai dan sapihan memiliki nilai kerapatan sebesar 131 dan 58 batang/ha, sedangkan pada tingkat dewasa memiliki nilai kerapatan sebesar 146 batang/ha.Kerapatan suatu jenis ditentukan oleh faktor – faktor lingkungan yaitu keadaan tempat tumbuh, kompetisi dan hubungan dengan jenis lain Greig-Smith(1983) dalam wahyudi dan Jannetta(2011). Sedangkan pada lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keadaan tempat tumbuh bergelombang dan curam, bertanah kering berbatu dan basah, dan lapisan pohon-pohon yang tinggi terdiri dari pohon dewasa kurang sehingga cahaya matahari masuk kelapisan tajuk bawah sampai lapisan vegetasi penutup tanah. Tabel 2. Kerapatan relatif jenis rotan (%) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. No Jenis Nama Ilmiah Kerapatan Relatif < 3> 5 (m) 1 2 3 Batang Ronti Tohiti Calamus zollingeri Becc Calamus axillaris Becc Calamus inops Becc. ex. Heyne 93.13 6.87 0 100 87.93 12.07 0 100 68.49 30.82 0.68 100 Total Berdasarkan (Tabel 1 dan2) potensitertinggi jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat semai kemampuan untuk berkembang 93.13 %, dan 122 batang/ha.Sedangkan potensi jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) kemampuan untuk berkembang 6.87 ?n 9 batang/ha dan pada jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne)tidak ada pada tingkat semai. Potensi tertinggi jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat sapihan kemampuan untuk berkembang 87.93 %, dan 51 batang/ha.Sedangkan potensi jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) kemampuan untuk berkembang 12.07 ?n 7 batang/ha dan pada jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) tidak ada pada tingkat semai. Potensi tertinggi jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat dewasa kemampuan untuk berkembang 68.49 %, dan 100 batang/ha.Sedangkan potensi jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) kemampuan untuk berkembang 30.82 %, dan 45 batang/ha dan potensi jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne)kemampuan untuk berkembang0.68?n1batang/ha.Hal ini menunjukan bahwa regenerasi yang terjadi pada jenis rotan batang stabil dibandingkan dengan jenis lainnya. Greig – Smith (1983) dalam Wahyudi dan Jannetta(2011) menyatakan bahwa kerapatan suatu jenis ditentukan oleh faktor – faktor lingkungan yaitu keadaan tempat tumbuh, kompetisi dengan jenis lain dan hubungannya dengan jenis lainnya. Kerapatan sangat ditentukan oleh tersedianya agen – agen penyebar pada lingkungannya, seperti air, binatang, angin, dan lain – lain. Backer (1950)dalam Wahyudi dan Jannetta (2011). 5.2 Persebaran Rotan Persebaran jenis rotan pada hutan produksi terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala dapat dilihat dari frekuensi dan frekuensi relatif. Tabel 3 Frekuensi jenis rotan (batang/ha) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. No Jenis Nama Ilmiah Frekuensi < 3> 5 (m) 1 2 3 Batang Ronti Tohiti Calamus zollingeri Becc Calamus axillaris Becc Calamus inops Becc. ex. Heyne 1 0.1 0 1 0.1 0 1 0.1 0.1 Tabel 4 Frekuensi relatif jenis rotan (%) berdasarkan kelas panjang rotan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. No Jenis Nama Ilmiah Frekuensi Relatif < 3> 5 (m) 1 2 3 Batang Ronti Tohiti Calamus zollingeri Becc Calamus axillaris Becc Calamus inops Becc. ex. Heyne 90.91 9.09 0 100 90.91 9.09 0 100 83.33 8.33 8.33 100 Total Berdasarkan (Tabel 3 dan4)diketahui bahwa jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat semai mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif tertinggi sebesar 1 dan90.91% artinya persebaran jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat semai terdapat diseluruh plot penelitian, sedangkan jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif sebesar 0,1 dan9.09% artinya persebaran jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) pada tingkat semai terdapat pada1plot diseluruh plot penelitian dan pada jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) tidak ada pada tingkat semai. Jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat sapihan mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif tertinggi sebesar 1 dan 90.91%artinya persebaran jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat sapihan terdapat diseluruh plot penelitian, sedangkan jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif sebesar 0,1 dan 9.09% artinya persebaran jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) pada tingkat sapihan terdapat pada 1 plot diseluruh plot penelitian dan pada jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne)tidak ada pada tingkat semai. Jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat dewasa mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif tertinggi sebesar 1 dan 83.33% artinya persebaran jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat dewasa terdapat diseluruh plot penelitian, sedangkan jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif sebesar 0,1 dan 8.33% artinya persebaran jenis rotan ronti (Calamus axillaris Becc) pada tingkat dewasa terdapat pada 1 plot diseluruh plot penelitian danpada jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne)mempunyai frekuensi dan frekuensi relatif sebesar 0,1 dan 8.33% artinya persebaran pada jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) pada tingkat dewasa terdapat pada 1 plot diseluruh plot penelitian. Hal ini menunjukan bahwa persebaran pada jenis rotan batang lebih merata dari jenis rotan lainnya pada semua tingkat permudaan. 5.3 Kelimpahan Rotan (INP) Kelimpahan jenis rotan pada hutan produksi terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala dapat dilihat dari Indeks Nilai Penting (INP). Tabel 5Indeks Nilai Penting (INP) rotan berdasarkan kelas panjang rotan dan total kelas permudaan rotan di kawasanHutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. No Jenis Nama Ilmiah INP < 3> 5 (m) 1 2 3 Batang Ronti Tohiti Calamus zollingeri Becc Calamus axillaris Becc Calamus inops Becc. ex. Heyne Total 184.04 15.96 0 200 178.84 21.16 0 200 151.83 39.16 9.02 200 Kelimpahan adalah jumlah seluruh individu dalam satu areal. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) dalam wahyudi dan Jannetta (2011) banyaknya individu dari suatu jenis pohon atau tumbuhan lain dapat ditaksir atau dihitung. Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya kerapatan, frekuensi dan dominasi setiap jenis. Dominasi suatu jenis terhadap jenis – jenis lainnya didalam tegakan dapat dinyatakan berdasarkan besaran banyaknya individu dan kerapatan persen penutupan dan luas bidang dasar, volume, biomassa dan indek nilai penting menyatakan besarnya peranan suatu jenis terhadap jenis lain diantara komposisi permudaan alami dalam suatu komunitas (Dombois dan Ellenberg, (1974) dalam Wahyudi dan Jannetta(2011). Tingkat kelimpahan atau populasi yang tinggi menggambarkan tingkat potensi tumbuhan yang tinggi pula.Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa spesies rotan yang memiliki nilai penting tinggi merupakan spesies yang memiliki tingkat potensi tumbuhan yang tinggi pula, sebaliknya spesies yang memiliki nilai penting rendah, tingkat potensi tumbuhannya pun rendah (Kalima T dan Jasni, 2010). Kelimpahan jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat semai mempunyai (INP) tertinggi sebesar 184.04%, sedangkan jenis rotan ronti(Calamus axillaris Becc) pada tingkat semai mempunyai (INP) sebesar 15.96?n jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) pada tingkat semai tidak ada. Kelimpahan jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat sapihan mempunyai (INP) tertinggi sebesar 178.84%, sedangkan jenis rotan ronti(Calamus axillaris Becc) pada tingkat semai mempunyai (INP) sebesar 21.16?n jenis rotan tohiti (Calamus inops Becc. ex. Heyne) pada tingkat sapihan tidak ada. Kelimpahan jenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat dewasa mempunyai (INP) sebesar 151.83%, sedangkan jenis rotan ronti(Calamus axillaris Becc) pada tingkat dewasa mempunyai (INP) sebesar 39.16?n jenis rotan tohiti(Calamus inops Becc. ex. Heyne) pada tingkat dewasa mempunyai (INP) sebesar 9.02%. Hal ini menunjukan bahwa ekosistem tempat tumbuh pada hutan produksi terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala tidak stabil karena adanya campur tangan manusia mengakibatkan permudaan alaminya terganggu sehingga kelimpahan jenisnya rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi A (2011) tentang “Potensi Dan permudaan Alam Rotan Penghasil Jernang Di Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau”. Hasil penelitian menunjukan bahwaterdapat tiga jenis rotan penghasil jernang (Daemonorops dracoBlue.Daemonorops propinquaBecc, and Calamus exleyanus Taysm). Kerapatan rata-rata berdasarkan kelas panjang batang rotan di Sungai Tempisi, yaitu Panjang batang < 3> 5 m (26 batang/ha), sedangkan di Sungai Mantarang masing-masing 5 batang/ha, 3 batang/ha dan 23 batang/ha.Rotan penghasil jernang tingkat semai di S. Tempisi dan S mantarang didominasi oleh jenis Calamus exleyanus Taysm.& Bitnend ex. Miq. Dengan Indeks Nilai Penting masing-masing sebesar 93,31?n 120%. Pada tingka sapihan di S. Tempisi didominasi jenis Calamus exleyanus Taysm& Bitnend ex. Miq. (INP = 85,56 %) Sedangkan S Mentarang adalah jenis Daemonorops propinqua Becc. (INP= 133,33 %). KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Jenis rotanyang ditemukan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala sebanyak 3 jenis yaitu rotan batang(Calamus zollingeri Becc), rotan ronti(Calamus axillaris Becc) dan rotan tohiti(Calamus inops Becc. ex. Heyne) dengan komposisi jenis rotan tertinggi yaitu rotan batang(Calamus zollingeri Becc) pada semua kelas permudaan alam sebesar 273 batang, sedangkan rotan ronti (Calamus axillaris Becc) sebesar 61 batang dan yang terendah yaitu rotan tohiti(Calamus inops Becc. ex. Heyne) pada semua kelas permudaan alam sebesar 1 batang. Potensi tertinggijenis rotan batang (Calamus zollingeri Becc) pada tingkat semai kemampuan untuk berkembang93.13%, dan 122 batang/ha, pada tingkat sapihan87.93%, dan51 batang/hadan pada tingkat dewasa 68.49?n 100 batang/ha. Potensi jenis rotan ronti(Calamus axillaris Becc) pada tingkat semai kemampuan untuk berkembang6.87%, dan 9 batang/ha, pada tingkat sapihan 12.07%,dan7 batang/ha, danpada tingkat dewasa12.07?n45 batang/ha. Potensi jenis rotan tohiti(Calamus inops Becc. ex. Heyne)pada tingkat semai dan sapihan tidak ada dan pada tingkat dewasa kemampuan untuk berkembang0.68?n 1 batang/ha. Permudaan jenisrotan yang tertinggi yaitu rotan batang(Calamus zollingeri Becc)dengan INP pada tingkat semai sebesar 184.04%, pada tingkat sapihan sebesar 178.84%, dan pada tingkat dewasa sebesar 151.83%. Jenis rotan ronti(Calamus axillaris Becc)pada tingkat semaimemiliki INP sebesar 15.96%, pada tingkat sapihan sebesar 21.16?n pada tingkat dewasa sebesar 39.15%. Sedangkanjenis rotan yang memiki INP terendah pada semua kelas permudaan alam yaitu rotan tohit(Calamus inops Becc. ex. Heyne)dengan INPpada tingkat semai dan sapihan tidak ada dan pada tingkat dewasa dengan INP sebesar 9.02%. 6.2 Saran Untuk menjaga kelestarian jenis-jenis rotan yang terdapat pada lokasi penelitian Desa Labuan Toposo, maka perlu dilakukan penyuluhan tentang tehnik budidaya rotan dan pengambilan rotan kepada masyarakat sekitar Desa Labuan Toposo. DAFTAR PUSTAKA Alrasyid, H. (1976). Pembuatan Hutan Tanaman Rotan. Kehutanan Indonesia Tahun III : 1996 – 1997. Direktur Jendral Kehutanan. Jakarta. Alrasyid, H. (1991). Teknik Penanaman Rotan. BuletinPenelitian RotanBogor. Alrasyid, H. dan. J. Dali. (1986). Prospek Budidaya Rotan Potensial. In :Prog. Loka Karya Nasional Rotan 15 – 16 Desember. Jakarta Departemen Kehutanan. (1999), tentang Kehutanan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1980. Pedoman Teknis penanaman Rotan. Jakarta. Dransfield, (1979).A Manuals Rattans of the Malays Peninsula. Forest Departement Ministry of Primeri Industries Malaysia. Dransfield Dan N.Manokaran, (1996). Sumber Daya Nabati Asia Tenggara Edisi6. Rotan. (ED) Pujaatmoko A. Handayani. Penterjemah Gadjah Mada Universiyy Press Yogyakarta Bekerjasama Dengan Prosea Indonesia, Jakarta. Endar, (2011).Keanekaragaman Jenis Rotan Di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Desa Doda Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso Sulawesi Tengah.Skripsi, Universitas Tadulako.Palu. Hartati G, (2012).Perkembangan Material Rotan Dan Penggunaan Di Dunia Desain Interior.Jurnal HUMANIORA 3 (2) hal 494-503. Heyne, K,(1987). Tumbuhan Berguna Indonesia I.Badan Litbang Departemen Kehutanan.Jakarta. Indriyanto, (2010). Pengantar Budidaya Hutan. Penerbit Bumi Askara. Jakarta. Kalawa, D.N, F.M. Wiharta dan M. Attang, (1998). Mengenal berberapa Jenis Rotan di Indonesia. Departemen Pusat Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. Kombuno, (2009). Keanekaragaman Jenis Rotan Di Taman Nasional Togean Sulawesi Tengah. Skripsi,Universitas Taduulako. Palu. Kunut, (2014). Keanekaragaman Jenis Rotan (Calamus Spp.) Di Kawasan Hutan Lindung Wilayah Kecamatan Dampelas Sojol Kabupaten Donggala. Jurnal Warta Rimba 2 (2) hal 102-108. Palu. Nilda, (1986).Pedoman Rotan Alam Sukabumi ke Sentra Industri Kerajinan Rotan di Tegalwangi Cirebon. SkripsiIPB. Bogor. (TidakDipublikasikan) Normawati, (2001). Identifikasi Rotan dan Sistem Pemungutan Rotan di Desa Lemban Tongoa Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Palu. (Tidak Dipublikasikan) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, (2013).Profil Pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah.Sulawesi Tengah. Sumarna, Y. (1991). Pola Pembinaan Silvikultur Hutan Tanaman Rotan. Thesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB.Bogor. (Tidak Dipublikasikan) Sutarna, H. Nasution, R. K dan Mogea. J. P. (1994). Rotan. Pembudidayaan dan Prospek Pengembangannya.Yayasan Prosea. Bogor. Kalima T, (2014). Panduan Teknis Pengumpulan Herbarium Rotan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalima T danJasni, (2010).Tingkat Kelimpahan Populasi Spesies Rotan Di Hutan Lindung Batu Kapar, Gorontalo Utara. Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam Vol. VII No. 4 : 439-450. Kalima T dan Sumarhani, (2015).Identifikasi Jenis-Jenis Rotan Pada Hutan Rakyat Kantingan Kalimantan Tengan Dan Pengembangan.Jurnal PROS SEN NAS MASY BIODIS INDON. 1 (2) hal 194-200. WahyudidanJannetta (2011).Potensi Dan Permudaan Alam Rotan Penghasil JernangDi Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga puluh, Riau.Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam. 8 (3) hal 237-243. Wikipedia. (2015). Rotan.http://id.wikipedia.org/wiki/Rotan.Diaksestanggal18 September 2015. Tabel 1.Hasil Pengambilan Data Jenis Rotan Permudaan Alam Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo. No Jenis NamaIlmiah Jumlah Rumpun Jumlah Batang < 3> 5 (m) 1 Batang CalamuszollingeriBecc 70 122 51 100 2 Ronti CalamusaxillarisBecc 7 9 7 45 3 Tohiti Calamusaxillaris 1 0 0 1 Total 78 131 58 146 Tabel 2.Analisis Jenis Rotan Pada Tingkat Semai Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo. No Jenis NamaIlmiah JumlahIndividu K KR F FR INP (%) (%) (%) 1 Batang CalamuszollingeriBecc 122 122 93.1298 1 90.9091 184.039 2 Ronti CalamusaxillarisBecc 9 9 6.87023 0.1 9.09091 15.9611 3 Tohiti Calamusaxillaris 0 0 0 0 0 0 Total 131 131 100 1.1 100 200 Tabel 3.AnalisisJenis Rotan Pada Tingkat Sapihan Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo. No Jenis NamaIlmiah JumlahIndividu K KR F FR INP (%) (%) (%) 1 Batang CalamuszollingeriBecc 51 51 87.93103 1 90.90909 178.8401 2 Ronti CalamusaxillarisBecc 7 7 12.06897 0.1 9.090909 21.15987 3 Tohiti CalamusinopsBecc. ex. Heyne 0 0 0 0 0 0 Total 58 58 100 1.1 100 200 Tabel 4.AnalisisJenis Rotan Pada Tingkat Dewasa Di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo. No Jenis NamaIlmiah JumlahIndividu K KR F FR INP (%) (%) (%) 1 Batang CalamuszollingeriBecc 100 100 68.493151 1 83.333333 151.82648 2 Ronti CalamusaxillarisBecc 45 45 30.821918 0.1 8.3333333 39.155251 3 Tohiti CalamusinopsBecc. ex. Heyne 1 1 0.6849315 0.1 8.3333333 9.0182648 Total 146 146 100 1.2 100 200 Gambar1.Alat dan Bahan Yang Digunakan Saat Penelitian Gambar 2. Membuka Jalur Untuk Membuat Plot Gambar 3. Pembuatan Plot Gambar 4. Jenis Rotan Batang Gambar 5. Jenis Rotan Ronti Gambar 6. Jenis Rotan Tohiti RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Miswar, lahir di Tandru Tedong pada tanggal 24 MEI 1993. Terlahir sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari Bapak Anwar Udin dan Ibu Hj, Zainab. Penulis mengikuti jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar SD Inpres Dolago pada Tahun 2000 dan tamat pada tahun 2005 kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 14 Palu tahun 2006 dan tamat pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan lagi ke SMK PGRI Palu dan tamat pada tahun 2011. Setelah menamatkan jenjang pendidikan menengah, penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Universitas Tadulako melalui jalur SBNPTN dan Diterima sebagi mahasiswa pada Fakultas Kehutanan. Semasa studi ikut aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan internal kampus. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan Uniiversitas Tadulako, penulis telah menyelesaikan penelitian dengan judul ”Potensi Dan Permudaan Alalm Rotan Di Kawasan Hutan Produkksi Terbatas (HPT) Di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala” di bawah bimbingan Dr. Ir. H. Imran Rachman, M.P

Sign In to Perpus

Don't have an account? Sign Up