JudulANALISIS PERHITUNGAN JUMLAH UANG PENGGANTI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Nomor : 16/Pid.Sus-TPK/2020/PT Palu ) |
Nama: DWI EKO RAHARJO |
Tahun: 2021 |
Abstrak Nama : Eko Dwi Raharjo No. Stambuk : D 102 16 023 Judul : ANALISIS PERHITUNGAN JUMLAH UANG PENGGANTI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Nomor : 16/Pid.Sus-TPK/2020/PT Palu ) Abstrak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada Pasal 1 menyebutkan bahwa “Kerugian Negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”, sementara dalam penjelasan pasal 32 ayat (1) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “Yang dimaksud dengan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwaenang atau akuntan publik yang ditunjuk”. Selanjutnya dijelaskan oleh Keppres Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menilai / menetapkan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bahwa terdapat beberapa perkara Tindak Pidana Korupsi yang pada tahap Penyidikan, Penyidik telah meminta lembaga yang berwenang untuk menghitung jumlah nyata Kerugian Keuangan Negara seperti BPK maupun BPKP, selanjutnya pada tahap Penuntutan, Penuntut Umum juga telah menghadirkan ahli dari BKP maupun BPKP sebagai ahli penghitung jumlah nyata kerugian keuangan negara / daerah bahkan dilengkapi dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK maupun BPKP dengan jumlah nyata kerugian keuangan negara atas perkara Tindak Pidana Korupsi dimaksud, namun pada saat agenda persidangan Putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi, Hakim Tindak Pidana Korupsi memutuskan jumlah uang pengganti atas kerugian negara tersebut tidak sama bahkan jumlahnya terpaut sangat jauh dibawah jumlah nyata yang telah dihitung oleh Badan/lembaga yang berwenang tersebut. Padahal Auditor pada lembaga BPKP telah memiliki sertifikat keahlian menghitung kerugian keuangan negara, bahkan telah memiliki Sertifikat Auditor Forensik (CFrA). Permasalahan yang hendak penulis angkat yaitu Bagaimana kewenangan suatu institusi atau pihak untuk penghitungan yang sebenarnya terkait kerugian keuangan negara dalam penegakkan hukum tindak pidana korupsi dan Bagaimana praktik pengadilan yang sebenarnya dalam menerapkan penghitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi, Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : jenis penelitian bersifat deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, sumber data adalah sumber data sekunder yang masih relevan dengan permasalahan yaitu bahan hukum primer (KUHAP, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan peraturan perundang-undangan lainnya), bahan hukum sekunder dan literatur-literatur lainnya yang terkait) dan bahan hukum tersier (internet), teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, pengumpulan data dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPKP, Pengumpulan data Berkas Perkara lengkap dari tahap Penyidikan, Penuntutan, Putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi hingga eksekusi perkara Tindak Pidana Korupsi Kata Kunci : Putusan hakim, Uang Pengganti, Tindak Pidana Korupsi |