JudulPenyelesaian Perkara Perzinahan (Modunia) Melalui Mekanisme Peradilan Adat Balaesang |
Nama: EVI SAPUTRI |
Tahun: 2025 |
Abstrak EVI SAPUTRI, D10121327, Penyelesaian Perkara Perzinahan (Modunia) Melalui Mekanisme Peradilan Adat Balaesang, Pembimbing I : Amiruddin Hanafi, Pembimbing II : Andi Nurul isnawidiawinarti Achmad. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penyelesaian perkara perzinahan (Modunia) melalui peradilan adat Balaesang, serta untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyelesaian perkara tersebut. Perzinahan atau Modunia dalam konteks masyarakat adat Balaesang dipandang tidak hanya sebagai pelanggaran moral dan sosial, tetapi juga sebagai pelanggaran terhadap norma adat yang dapat mengganggu keseimbangan sosial dan spiritual masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan tokoh adat, pelaku adat, dan masyarakat, serta dokumentasi dan studi pustaka. Lokasi penelitian difokuskan pada tiga desa, yaitu Rano, Kamonji, dan Ketong, yang berada di bawah wilayah adat Topomaradia To’ Balaesang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian perkara Modunia melalui peradilan adat Balaesang dilakukan melalui empat tahapan utama, yaitu pelaporan (Maitonjaua Nasala Laguna), pemanggilan para pihak, persidangan adat, dan pelaksanaan sanksi. Sanksi adat yang dijatuhkan berupa Salamate (denda adat), Robuang Adat (pengucilan sosial atau pencabutan jabatan adat), dan sanksi sosial lainnya yang berdampak pada status dan martabat pelaku serta keluarganya. Mekanisme ini mencerminkan pendekatan restoratif dalam penyelesaian konflik, dengan menekankan pada pemulihan harmoni sosial dan penghormatan terhadap nilai-nilai adat. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan peradilan adat antara lain adalah ketidakhadiran salah satu pihak (pelaku atau korban) saat sidang adat, ketegangan emosional antarpihak di dalam sidang, intervensi atau tekanan langsung dari keluarga pelaku atau korban, dan ketidakteraturan waktu dan kedisiplinan peserta sidang. Meski demikian, peradilan adat Balaesang tetap eksis dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam menyelesaikan perkara perzinahan, menunjukkan eksistensi pluralisme hukum di Indonesia. Kata Kunci: Modunia, Topomaradia To’Balaesang, Balaesang, hukum adat, sanksi adat |