JudulTINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN HAK WARIS LAKI-LAKI SETELAH BERCERAI PADA PERKAWINAN NYENTANE DALAM ADAT BALI |
Nama: NI MADE HELFINA DAYANTI |
Tahun: 2024 |
Abstrak Masyarakat adat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal yang menempatkan anak laki-laki sebagai ahli waris dalam keluarga. Keluarga yang tidak dikaruniai anak laki-laki dapat melakukan perkawinan nyentane untuk anak perempuannya. Dalam perkawinan biasa, perempuan yang mengikuti laki-laki dan masuk ke dalam keluarganya, dalam adat bali perkawinan nyentane berarti laki-laki yang mengikuti perempuan dan masuk ke dalam keluarganya. Dalam perkawinan tidak selamanya bisa di harapkan bahagia dan kekal, tidak dapat dipungkiri dalam rumah tangga terkadang terjadi perselisihan yang bisa mengarah pada perceraian. Penelitian ini mengakaji tentang Bagaimana kedudukan hukum suami dalam perkawinan nyentane, Bagaimana bagian suami terhadap harta warisan dalam perkawinan nyentane setelah terjadi percerian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis empiris, dengan menggunakan data primer, sekunder dan tersier yang dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif. Kesimpulan dari penelitian yaitu Kedudukan hukum suami dalam perkawinan nyentane mengalami perubahan status, statusnya berubah dari purusa (laki-laki) menjadi pradana (perempuan) yang meninggalkan leluhur asalnya, mengikuti dan memuja leluhur istrinya. Namun, jika dilihat secara kenyataan dalam rumah tangga, kedudukan suami yang berubah statusnya menjadi pradana (perempuan) tetap berkedudukan sebagai kepala keluarga di dalam keluarganya, hal ini di buktikan melalui Kartu Keluarga (KK). Bagian suami terhadap harta warisan dalam perkawinan nyentane setelah terjadi perceraian, pembagian hak waris dalam perkawinan nyentane tetap menjadi bagian anak perempuan yang telah menjadi purusa, suami hanya bagian dari ahli waris tetapi bukan sepenuhnya ahli waris. Suami hanya dapat menuntut hak atas pembagian harta bersama yang di dapatkan selama perkawinan |