Perpustakaan
DESKRIPSI DATA LENGKAP
JudulEKSISTENSI PERADILAN ADAT DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL (Studi Kasus Peradilan Adat Tau Taa Wana)
Nama: RAHMAT RIZALDI
Tahun: 2023
Abstrak
Fokus penelitian ini adalah eksistensi dan mekanisme peradilan adat Tau Taa Wana. Permasalahan dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana eksistensi peradilan adat Tau Taa Wana dan bagaimana mekanisme peradilan adat Tau Taa Wana. Metode penelitian yang digunakan yaitu Yuridis Empiris dengan menguraikan spesifikasi penelitian Deskriptif. Lokasi penelitian wilayah sebaran pemukiman masyarakat adat Tau Taa Wana Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah dan 2 (dua) Desa yakni, Desa Mire dan Desa Kasiala. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan permasalahan yang diangkat dapat disimpulkan bahwa eksistensi peradilan Tau Taa Wana berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-V/2007 dinyatakan dengan prasyarat dan parameter sebagai berikut; pertama, peradilan adat dinyatakan masih hidup; apabilah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut; adanya masyarakat yang warganya memiliki perasaan atau kelompok (in group feeling), adanya pranata pemerintahan adat, adanya perangkat norma hukum adat, dan adanya wilayah yang bersifat teritorial; kedua, sesuai dengan perkembangan masyarakat; bahwa putusan peradilan adat diharapkan mengedepankan prinsip tidak diskriminasi, objektif dan tidak berpihak. Ketiga, sesuai dengan prinsip NKRI; bahwa peradilan adat Tau Taa Wana telah menghapuskan sanksi membayar adat (sompo) mawali watua (kerja sukarela) dan sakimpuli (hukuman mati). Keempat, diatur dalam peraturan perundang-undangan; eksistensi peradilan adat Tau Taa Wana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2014 tentang Pedoman Peradilan Adat Di Sulawesi Tengah dan Peraturan Daerah Kabupaten Tojo Una-Una Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengukuhan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana. Mekanisme peradilan adat Tau Taa Wana memiliki tahapan sebagai berikut; tahap pertama, pemanggilan para pihak; tahap kedua, ritual mengorbankan tumbal (ketuwu/bente mokotu); tahap ketiga, pembelaan atau permohonan; tahap keempat, mendengarkan keterangan para pihak; dan tahap kelima, ritual atau do’a selamatan (manu pontafe) harapannya kejadian yang sama tidak terulang (porondis) atau tertular ke komunitas masyarakat adat.

Sign In to Perpus

Don't have an account? Sign Up