JudulKEWAJIBAN NEGARA TERHADAP WARGA NEGARANYA YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN INTERNASIONAL DI LUAR NEGERI ( STUDI KASUS PEMBAJAKAN DI LAUT OLEH KELOMPOK ABU SAYYAF TERHADAP WNI) |
Nama: RISMA |
Tahun: 2020 |
Abstrak ABSTRAK Hukum internasional menganggap kejahatan pembajakan kapal sebagai kejahatan terhadap umat manusia dan merupakan kejahatan internasional. Pembajakan di laut telah dikategorikan sebagai “delict jure gentium” atau bertentangan dengan hukum internasional. Hal tersebut didasarkan pada pasal 19 Konvensi Jenewa 1958, yang dirumuskan kembali dalam pasal 105 konvensi hukum laut perserikatan bangsa-bangsa tahun 1982, yang menegaskan bahwa setiap negara dapat menahan, merampas, serta mengadili terhadap pelaku pembajakan di laut dimana pun pelaku berada. Ketentuan tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa tindak pidana pembajakan di laut lepas, kapal laut mengakibatkan yang berlayar di laut lepas seharusnya memiliki kebebasan dalam berlayar menurut Konvensi Hukum Laut tahun 1982, akan tetapi pada kenyataannya banyak kasus pembajakan kapal laut terjadi yang melintas di laut lepas dan kasus pembajakan laut tersebut telah meresahkan dan merugikan masyarakat internasional, kejahatan pembajakan kapal laut mengakibatkan hilangnya nyawa para awak kapal dn kerusakan fisik anpada kapal dan juga gangguan perdagangan dan navigasi pembajakan kapal laut telah memberikan dampak negatif terhadap suatu Negara dan menimbulkan keresahan bagi pelayaran internasional. Karena dasar tersebutlah menjadi acuan dalam kebebasan berlayar di laut lepas. Bagaimana kewajiban Negara terhadap warga Negara yang menjadi korban kejahatan pembajakan dilaut menurut hokum internasional, dan bagaimana proses pengembalian warga Negara Indonesia yang menjadi korban korban kejahatan pembajakan dilaut oleh kelompok Abu Sayyaf sebagai pelaksanaan kewajiban Negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kewajiban Negara terhadap warga Negara yang menjadi korban kejahatan pembajakan di laut menurut hukum internasional dan untuk mengetahui proses pengembalian warga Negara Indonesia yang menjadi korban kejahatan pembajakan di laut oleh kelompok Abu Sayyaf sebagai pelaksanaan kewajiban Negara. Metode penelitian dilakukan dengan mengkaji bahan hukum Primer, Sekunder dan dan bahan Nonhukum. Pemberantasan kejahatan pembajakan kapal laut di laut lepas ditur dalam United Nation Convention on The Law Of The Sea 1982 atau Konvensi Hukum Laut 1982 dalam pasal 58 yang menyatakan adanya kebebasan berlayar di Zona Ekonomi Eksklusif menjadikan ketentuan atas kebebasan pelayaran di laut lepas dapat diterapkan jika terjadi pembajakan, sehingga pasal ini juga dapat diterapkan dalam kasus perompakan jika terjadi di ZEE. |