JudulKEDUDUKAN HUKUM PIAGAM JAKARTA PASCA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 |
Nama: RAFANI TUAHUNS |
Tahun: 2019 |
Abstrak Piagam Jakarta merupakan konsesus nasional para Fouding Fathers yang disepakati pada 22 Juni 1945. Namun dalam perjalannya mendapat tantangan panjang, pada 18 Agustus 1945 atas desakan mengatas namakan kaum non muslim dari timur Indonesia, akhirnya 7 anak kalimat penting dalam Piagam Jakarta, yakni Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya dihapus sehari setelah kemerdekaan. Dengan janji Soekarno, tatkala negara dalam kadaan aman, Piagam Jakarta akan mendapat tempat yang layak. Akhirnya melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno kembali menghidupkan Piagam Jakarta dengan menyatakan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD ini dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dari konstitusi tersebut. Namun, kembali terjadi perdebatan dan multitafsir, apakah kalimat penting atas penghidupan Piagam Jakarta dalam konsideran Dekrit itu memiliki kekuatan hukum mengikat ? Dengan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan historis, konseptual dan perundang-undangan serta penafsiran hukum, penelitian ini berhasil membuktikan bahwa pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1945, Piagam Jakarta memiiki kekuatan hukum yang sah dan mengikat dalam konteks hukum tata negara Indonesia. Artinya, Piagam Jakarta memiliki keududukan sebagai konstitusi Indonesia. Penelitian ini juga membuktikan secara hukum dengan pisau analisis teori hermeneutika dan sumber hukum, bahwa setelah ditemukan kedudukan yang sama antar Piagam Jakarta dan UUD 1945, maka implikasi hukumnya adalah Piagam Jakarta merupakan sumber hukum bagi pembentukan norma dibawahnya. |