JudulETNOSENTRISME SUKU LAUJE PEDALAMAN DAN SUKU BUGIS DI DESA LOMBOK BARAT KECAMATAN TINOMBO (Studi Komunikasi Antarbudaya) |
Nama: MOH IHWAN |
Tahun: 2024 |
Abstrak ABSTRAK MOH. IHWAN B 501 19 077 “Etnosentrisme Suku Lauje Pedalaman dan Suku Bugis Di Desa Lombok Barat Kecamatan Tinombo (Studi Komunikasi Antarbudaya)” Program Studi Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako di bawah bimbingan Edwan dan Nur Haidar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Etnosentrisme Suku Lauje Pedalaman dan Suku Bugis Di Desa Lombok Barat Kecamatan Tinombo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif etnografi komunikasi. Metode ini dipilih karena dapat menggambarkan, menjelaskan dan membangun hubungan dari kategorikategori dan data yang ditemukan. Kondisi ini sesuai dengan tujuan dari studi etnografi komunikasi untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelompok social. dengan mengumpulkan data observasi partisipan, melakukan wawancara mendalam dan mendokumentasikan delapan orang informan yakni Suku Lauje Pedalaman dan Suku Bugis (sebagai pendatang) Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara Suku Lauje Pedalaman dan Suku Bugis di Desa Lombok Barat mengalami perkembangan yang sangat positif. Pada awal kedatangan Suku Bugis ke wilayah Lombok Barat, terdapat indikasi etnosentrisme yang ditandai dengan adanya prasangka negatif dari Suku Lauje terhadap Suku Bugis. Prasangka ini muncul akibat stereotip negatif yang telah ada sebelumnya di kalangan masyarakat Suku Lauje, yang kemudian berdampak pada munculnya diskriminasi dan jarak sosial antara kedua suku. Namun, seiring berjalannya waktu dan meningkatnya intensitas interaksi, kedua suku menunjukkan sikap keterbukaan yang tinggi untuk saling memahami. Hal ini terlihat dari upaya kedua suku dalam beradaptasi, memahami, dan menghargai keunikan budaya masingmasing. Proses adaptasi yang positif ini berhasil mengurangi bahkan menghilangkan empat bentuk etnosentrisme yang sebelumnya ada, yaitu prasangka, stereotip, diskriminasi, dan jarak sosial. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa sikap keterbukaan dan kemauan untuk saling memahami menjadi kunci penting dalam mengatasi etnosentrisme dan menciptakan hubungan antarbudaya yang harmonis. Kondisi ini juga membuktikan bahwa perbedaan budaya tidak selalu menjadi penghalang dalam membangun interaksi sosial yang positif, selama ada kesediaan dari masing-masing pihak untuk saling menghargai dan beradaptasi. Kata kunci: Etnosentrisme, Suku Lauje Pedalaman, Suku Bugis, Komunikasi Antarbudaya. |