JudulMAKNA SIMBOLIK PADA PERKAWINAN ETNIS BALAESAN DI DESA RANO KECAMATAN BALAESANG TANJUNG KABUPATEN DONGGALA |
Nama: AQIDAHTUL ISAH |
Tahun: 2025 |
Abstrak Aqidahtul Isah Stambuk B 301 21 103 Judul Skripsi “Makna Simbolik Pada Perkawinan Etnis Balaesan di Desa Rano Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala”, di bimbing oleh Pak Juraid Abd. Latief sebagai Pembimbing Utama dan Citra Dewi sebagai Pembimbing Pendamping. Program studi Antrpologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako. Adat perkawinan etnis Balaesan merupakan adat yang terus dilestarikan oleh masyarakat karena dianggap sangat penting, dan menjadi pedoman hidup dalam bersikap dan bertindak bagi masyarakat, seperti menjaga sopan santun, menaati tahapan adat,serta menunjukkan rasa hormat kepada keluarga dan tokoh adat. Namun, sebagian masyarakat belum mengetahui makna simbolik dari setiap tahapan perkawinan yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan bagaimana tahapan perkawinan etnis balaesan. (2) untuk mendeskripsikan makna simbolik pada perkawinan etnis Balaesan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, penelitian lapangan, observasi dan wawancara. Teknik analisis data melalui tahap penyunting data, kategorisasi data, penafsiran makna data, dan penarikan kesimpulan. Informan ditetapkan melalui metode (proposive) sebanyak 5 orang informan yang dianggap mampu untuk menjelaskan mengenai proses upacara perkawinan serta makna simbolik upacara perkawinan pada etnis Balaesan. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa adat perkawinan etnis Balaesan (To-Balaesan) tidak terlepas pada kepercayaan mereka terhadap adat kebiasaan leluhur. Berdasarkan rumusan masalah (1) Tahapan pada perkawinan etnis balaesan, ada sepuluh tahap penting dalam perkawinan Balaesan. (a) mombafa posikokonong (membawa bicara), (b) montenge (lamaran), (c) mombafa bua-bua (hantaran), (d) montopun (memakai bedak hitam), (e) monggigi (menghilangkan bulu cilaka), (f) mongolontibi (malam pacar), (g) mopanika (akad nikah), (h) monggesar jene (membatalkan air wudhu), (i) resepsi, dan (j) momeniang (memartua). (2) Makna simbolik pada perkawinan etnis balaesan, setiap tahapan tersebut mengandung simbol-simbol yang mencerminkan nilai budaya dan kepercayaan masyarakat, seperti sirih pinang sebagai tanda penghormatan dan kesungguhan niat, soso sebagai lambang harapan kesuburan dan rezeki, sarung kuning sebagai pelindung dari marabahaya, bedak hitam sebagai penolak bala, serta cincin, beras, dan kain sebagai simbol kesiapan materi dan keseriusan untuk menikah. Wudhu sebelum akad melambangkan kesucian lahir batin, sungkeman menjadi tanda permohonan restu dan pengalihan tanggung jawab, sedangkan resepsi dan pemakaian emas saat momeniang merupakan simbol penerimaan sosial dan pengakuan resmi dari pihak keluarga suami. Tahapan ini tidak hanya sebagai rangkaian adat, tetapi juga menjadi sarana untuk menyampaikan dan melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat Balaesan yang diwariskan secara turun-temurun. Kata Kunci: Simbol dan Makna, Perkawinan, Etnis Balaesang |